Minggu, 30 April 2017

Pembangunan Ekonomi daerah Jawa Timur

Kondisi Ekonomi Daerah
Pembangunan / Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Daerah Jawa Timur
Gambaran umum kondisi ekonomi di Provinsi Jawa Timur dapat dilihat dari perkembangan tingkat pertumbuhan ekonomi yang diukur dari indikator Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan data fundamental makroekonomi, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur didorong oleh tiga sektor utama, antara lain: pertanian, industri manufaktur serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Grafik dibawah ini menjelaskan perbandingan data pertumbuhan ekonomi PDRB antara Jawa Timur dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Sejak resesi dunia melanda di hampir seluruh wilayah di Indonesia pada tahun 2008, Jawa Timur mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang positif 4.63 persen pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama 5 tahun mengalami tren yang meningkat, meski mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi di tahun, 2012 dan 2013. Dalam rentang waktu 5 tahun tersebut, provinsi Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang paling tinggi di tahun 2011 mencapai 7.3 persen.
Pertumbuhan ekonomi di wilayah Jawa Timur memiliki pola yang hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional, dimana siklus bisnis yang ada di tingkat nasional juga memberikan efek terhadap perekonomian Jawa Timur. Sebagai contoh, di tahun 2012-2013 pertumbuhan ekonomi nasional melambat dari 7.27 persen menjadi 6.55 persen. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang ada di wilayah Jawa Timur masih dibawah tingkat pertumbuhan ekonomi nasional dengan rentang perbedaan antara 0 hingga 1 persen. Grafik dibawah ini menjelaskan bahwa meskipun seluruh wilayah di Indonesia mengalami tren penurunan pertumbuhan tinggi, namun Jawa Timur masih mempertahankan tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi mencapai 5.9%.

Grafik 4.1 Pertumbuhan ekonomi: perbandingan antara nasional dan Jawa Timur
Tabel dibawah ini menjelaskan data pertumbuhan ekonomi yang dikelompokkan berdasarkan data sektoral, meliputi: pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan jasa. Jika dilihat dari tabel tersebut, beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan ekonomi diatas 6 persen, antara lain: industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan, dan jasa. Dalam tabel tersebut juga dijelaskan bahwa sektor bangunan memiliki tingkat pertumbuhan tertinggi mencapai 8,98 persen. Selanjutnya, sektor industri pengolahan yang mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabil di level 5 hingga 7 persen, meski mengalami indikasi perlambatan di triwulan ke III tahun 2014 di angka 5.5 persen.
Sektor pertanian di wilayah Jawa Timur masih memiliki peringkat terendah dalam tingkat pertumbuhan, dibandingkan dengan pertumbuhan dari sektor-sektor lainnya. Di awal triwulan I tahun 2014, pertumbuhan sektor pertanian hanya mencatat 0.88 persen, dan mengalami perlambatan hingga 0.26 persen di triwulan II. Namun di triwulan ke III, pertumbuhan sektor pertanian mengalami kenaikan yang sangat signifikan mencapai 5,46 persen. Hal ini dimungkinkan karena jadwal panen yang mendekati triwulan ke III dan ke IV, sehingga mendorong produksi hasil pertanian yang meningkat secara drastis. Secara umum, di tahun 2014, sektor pertanian hanya mengalami pertumbuhan mencapai 2,2 persen.
Tabel 4.1 Data Pertumbuhan ekonomi PDRB sektoral tahun 2014
Pertumbuhan ekonomi (yoy)
2014/I
 2014/II
 2014/III
2014*
Pertanian
0.88
0.26
5.46
2.20
Pertambangan dan Penggalian
4.57
2.9
1.97
3.15
Industri Pengolahan
6.81
6.81
5.5
6.37
Listrik, gas, dan air bersih
5.29
6.84
6.56
6.23
Bangunan
9.54
7.94
9.46
8.98
Perdagangan, Hotel dan Restoran
6.79
7.37
6.37
6.84
Pengangkutan dan Komunikasi
9.5
7.53
4.98
7.34
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
7.67
7.37
8.01
7.68
Jasa
8.45
3.96
4.95
5.79
Pertumbuhan PDRB (yoy)
6.26
5.9
5.91
6.02
*Data tahun 2014 adalah rata-rata data triwulan I hingga semester ke III 2014; yoy adalah year on year atau tahunan.

Penjelasan terkait pembangunan ekonomi yang direfleksikan dengan pertumbuhan ekonomi juga harus dikaitkan dengan tingkat inflasi atau tingkat kenaikan harga secara umum. Hal ini dilakukan agar pertumbuhan ekonomi yang diraih oleh suatu wilayah benar-benar merefleksikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dilihat dari perbandingan antara tingkat pendapatan (PDRB) dengan tingkat harga (inflasi). Jika pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi dengan penjagaan tingkat inflasi, maka kesejahteraan masyarakat akan semakin menurun karena tingkat pendapatan tidak mampu mengimbangi naiknya harga-harga yang direfleksikan dengan naiknya tingkat inflasi.
Perkembangan Inflasi
Jika dilihat dari grafik dibawah ini, dapat digambarkan bahwa tingkat inflasi Jawa Timur memiliki pola yang relatif sama dengan tingkat inflasi nasional. Berdasarkan data inflasi tahun 2009 hingga 2013, Provinsi Jawa Timur secara umum mengalami tingkat kenaikan harga yang cukup signifikan dari 3,62 persen di tahun 2009 mencapai 7,59 persen di tahun 2013. Meski di tahun 2013, angka inflasi Jawa Timur (7,59 persen) dibawah inflasi nasional (8,38 persen) namun tingkat inflasi ini nilainya lebih besar dari tingkat pertumbuhan yang hanya mencapai 5,78 persen di Jawa Timur.


Grafik 4.2b Perbandingan tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur (2009-2014)
Inflasi merupakan indikator yang penting dalam mendukung pembangunan ekonomi secara umum. Dalam sudut pandang ini, inflasi yang rendah merupakan syarat utama bagi tercapainya pembangunan ekonomi yang berkualitas. Pada kondisi tertentu inflasi dapat memberikan dampak yang positif (men-trigger investasi yang lebih besar), namun di sisi lain inflasi juga dapat menimbulkan dampak negatif. Inflasi yang tinggi merupakan ancaman yang membahayakan bagi perekonomian, karena selain dapat menyebabkan penurunan investasi di sektor riil, dan kelesuan dunia usaha, Inflasi juga dapat menurunkan tingkat daya beli masyarakat yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi. Melihat pentingnya penjagaan stabilitas harga atau inflasi yang rendah, maka koordinasi kebijakan inflasi di tingkat regional Jawa Timur diharapkan dapat mengendalikan inflasi pada tingkat yang rendah, dan stabil, hal ini diupayakan agar inflasi tidak menganggu aktivitas perekonomian secara umum, dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Jika dilihat dari penyebabnya (inflasi inti dan inflasi non inti), dapat dijelaskan bahwa kebijakan pemerintah memiliki peran yang strategis dalam mendukung upaya pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Secara langsung, kebijakan pemerintah dalam bentuk administered prices seperti kenaikkan harga energi (Bahan Bakar Minyak atau BBM dan Tarif Dasar Listrik atau TDL) memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap pemicu terjadinya inflasi. Disisi lain, secara tidak langsung kebijakan pemerintah dalam konteks pengendalian sisi penawaran dan tata niaga berkontribusi penting terhadap inflasi yang sifatnya lokal.
Selanjutnya Jika melihat pergerakan inflasi year on year (yoy) di Jawa Timur dapat dijelaskan bahwa pergerakannya menyesuaikan business cycle perekonomian di tingkat nasional. Pergerakan inflasi di Jawa Timur tidak terlepas dari tiga komponen utama, antara lain: Inflasi yang disebabkan oleh harga bahan-bahan makanan (Volatile foods), Inflasi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah (Administered Prices) serta Inflasi yang disebabkan oleh kesenjangan output (Core Inflation).
Tabel dibawah ini menjelaskan tingkat inflasi di beberapa wilayah di Jawa Timur, antara lain: Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Probolinggo, Madiun, Sumenep dan Banyuwangi. Beberapa wilayah yang memiliki tingkat inflasi diatas 6 persen, antara lain: Malang, dan Probolinggo. Selanjutnya wilayah yang memiliki tingkat inflasi yang rendah, antara lain: Banyuwangi, dan Madiun yaitu dibawah 5,5 persen. Secara umum di tahun 2014, tingkat inflasi di Jawa Timur relatif menurun jika dibandingkan dengan tingkat inflasi pada tahun 2013 yang mencapai 7,53 persen.
Tabel 4.2 Data Inflasi yoy di beberapa wilayah di Jawa Timur tahun 2014
LAJU INFLASI (Y-O-Y)
2014

I
II
III
2014*
Jawa Timur
6.75
6.66
4.13
5.85
Kota Surabaya
6.69
6.57
4.38
5.88
Kota Malang
7.12
6.91
4.57
6.20
Kota Kediri
6.76
6.54
3.58
5.63
Kab. Jember
6.71
6.53
3.22
5.49
Kota Probolinggo
7.37
7.04
3.6
6.00
Kota Madiun
6.12
6.42
3.76
5.43
Kab. Sumenep
5.86
6
4.15
5.34
Kab. Banyuwangi
6.63
7.17
2.45
5.42
*Data tahun 2014 adalah rata-rata data triwulan 2014 hingga semester ke III; yoy adalah year on year atau tahunan.
Tingkat produktivitas modal
Dalam mengukur produktivitas modal (capital) di Jawa Timur dapat diukur dari rasio modal (investasi) terhadap output (PDRB). Berdasarkan data incremental capital to output ratio (ICOR), nilai yang tinggi menunjukan inefisiensi dalam penggunaan modal dan sebaliknya. Data tahun 2009 hingga 2013 menunjukan tren yang menurun, sebagai refleksi penurunan tingkat inefisiensi penggunaan modal. Di tahun 2009, rasio penggunaan modal terhadap output mencapai 3,59 , nilai ini mengalami penurunan hingga 2012 mencapai 2,92 . Namun ICOR mengalami kenaikan di tahun 2013, mencapai 3,10.

Grafik 4.3 Incremental Capital to Output Ratio
Tabel dibawah ini menjelaskan klasifikasi penanaman modal antara domestik dan asing di Jawa timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Secara umum, Jawa Timur memiliki tren yang meningkat dalam penanaman modal baik asing maupun domestik dalam lima tahun terakhir. Di tahun 2009, jumlah PMDN meningkat dari 36 mencapai 252 di tahun 2013. Hal yang sama juga terjadi di PMA, dimana jumlah PMA meningkat dari 96 di tahun 2009, menjadi 174 di tahun 2013. Pertumbuhan PMA dan PMDN di Jawa Timur mengalami jumlah yang signifikan di tahun 2012 mencapai 90,31 persen.
Tabel 4.3 Klasifikasi penanaman modal antara domestik dan asing di Jawa Timur 2009-2013
Tahun
PMDN
PMA
TOTAL
Jumlah
(%)
Jumlah
(%)
Jumlah
(%)
2009
36
5.88
96
3.23
132
3.94
2010
88
144.44
114
18.75
202
53.03
2011
115
30.68
174
52.63
289
43.07
2012
355
208.7
195
12.07
550
90.31
2013
252
-29.01
174
-10.77
426
-22.55
Kondisi ketenagakerjaan
Gambaran tenaga kerja di Jawa Timur dapat dilihat dari beberapa indikator yang dapat dirangkum dalam tabel dibawah ini. Secara umum, jumlah angkatan kerja di Jawa Timur sebanyak 20.150 pada akhir Agustus 2014. Jumlah angkatan kerja tidak mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun ke tahun sejak 2012. Selanjutnya, jika dibandingkan jumlah angkatan kerja dan jumlah yang bekerja atau rasio TPAK dapat dijelaskan bahwa secara umum jumlah angkatan kerja yang terserap sebanyak 68,12 persen di bulan Agustus 2014. Nilai ini menurun sejak Februari 2012 yang mampu menyerap hingga 69,54 persen. Tingkat pengangguran terbuka (TPT) menunjukan tingkat yang relatif stabil di level 4,19 persen, menunjukan bahwa Jawa Timur relatif baik dalam mendorong angkatan kerja untuk bekerja, dan tidak menganggur.
Tabel 4.4 Kondisi ketenagakerjaan di Jawa Timur
Kegiatan
2012
2013
2014
Feb
Aug
Feb
Aug
Feb
Aug
Angkatan Kerja
20,158
20,238
20,462
20,432
20,718
20,150
Bekerja
19,332
19,411
19,654
19,554
19,885
19,307
Menganggur
826
827
808
879
832
843
TPAK (%)
69.54%
69.57%
70.11%
69.78%
70.52%
68.12%
TPT (%)
4.10%
4.09%
3.95%
4.30%
4.02%
4.19%
Sumber: BPS dan Bank Indonesia
Tabel dibawah ini menjelaskan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor di Jawa Timur dalam rentang waktu 2012 hingga 2014. Secara umum tingkat penyerapan tenaga kerja mengalami kenaikan. Keadaan ini selain merefleksikan karakteristik penggunaan modal (capital intensive) maupun tenaga kerja (labour intensive) di tiap sektornya, juga menggambarkan gairah pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja di masing-masing sektor. Di Triwulan I dan II tahun 2014, hampir seluruh sektor mengalami penyerapan tenaga kerja yang negatif dengan rata-rata masing-masing adalah -2,94 dan -1,44. Beberapa sektor yang mengalami pertumbuhan positif penyerapan tenaga kerja di atas 0,5 persen, antara lain: pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Selanjutnya di akhir tahun 2014 yaitu triwulan III dan IV, beberapa sektor usaha mengalami penyerapan tenaga kerja yang positif dengan rata-rata 5,03 persen. Beberapa sektor yang mengalami penurunan penyerapan tenaga kerja, antara lain: pertanian, bangunan, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Tabel 4.5 Penyerapan tenaga kerja sektoral di Jawa Timur
Sektor
2012
2013
2014
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV*
Realisasi












Pertanian
1,54
-0,62
-0,39
-0,15
0,68
-0,48
0,19
-0,17
-0,97
-0,29
0,56
0,47
Pertambangan
0,03
-0,21
-0,21
0,37
0,35
0,52
0,21
0,73
0,07
0,00
0,39
0,39
Industri Pengolahan
-3,50
3,44
-1,69
-4,33
-8,16
-4,68
-5,46
-2,87
-1,13
-1,85
-0,04
1,08
Listrik, Gas, dan Air Bersih
-0,77
-0,82
-0,03
-0,02
0,01
-0,39
-0,84
0,36
-0,88
-0,43
-0,02
-0,02
Bangunan
0,26
0,49
0,00
0,24
0,00
0,59
0,00
0,26
0,44
0,00
1,46
0,37
PHR
3,23
3,67
7,30
0,84
-1,86
0,44
-1,77
0,79
-2,87
-0,69
-0,34
1,17
Pengangkutan, dan Komunikasi
-1,52
0,46
-1,93
-0,64
-0,92
-0,27
0,71
0,76
0,52
0,61
1,63
1,08
Keuangan, Persewaan, & Jasa Perusahaan
0,32
0,71
-0,21
0,34
-0,20
-0,53
-0,12
0,26
1,37
1,10
1,35
0,42
Jasa-jasa
-0,42
0,42
-1,82
1,36
3,13
0,00
0,78
-0,84
0,51
0,11
0,03
0,03
TOTAL
-0,83
7,54
1,02
-1,99
-6,97
-4,80
-6,30
-0,72
-2,94
-1,44
5,02
4,99
Sumber: BPS dan Bank Indonesia
Dari tabel di atas, tampak bahwa secara rata-rata total pada tahun 2012 menunjukan adanya peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja sektoral di Jawa Timur. Kemudian mengalami penuruan pada tahun 2013, dan kembali meningkat pada tahun 2014. Sektor PHR selama kuartal pertama tahun 2012, hingga kuartal keempat tahun 2014 menjadi sektor yang mengalami peningkatan terbesar sebanyak lima kali, yakni kuartal pertama hingga ketiga tahun 2012, kuartal keempat 2013, dan kuartal keempat tahun 2014. Sementara sektor industri pengolahan justru menjadi sektor yang cukup sering mengalami penurunan dalam jumlah paling besar, yakni pada kuartal keempat tahun 2012 hingga kuartal keempat tahun 2013, dan pada kuartal kedua hingga keempat tahun 2014.
Tabel 4.6 Kesempatan Kerja dan Kemiskinan Jawa Timur dan Nasional
Tahun 2010 – 2014
Uraian
Satuan
2010
2011
2012
2013
2014
Jatim
Nasional
Jatim
Nasional
Jatim
Nasional
Jatim
Nasional
Jatim
Nasional
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
%
69,08
67,22
69,49
68,34
69,57
67,76
69,78
66,77
68,12
66,60
Tingkat Pengangguran Terbuka
%
4,25
7,14
4,16
6,56
4,09
6,13
4,30
6,17
4,19
5,94
Jumlah Penganggur
Juta org
0,829
8,320
0,821
7,700
0,826
7,350
0,878
7,410
0,843
7,240
Jumlah Penduduk Miskin
Juta org
5,53
31,02
5,36
29,89
4,99
28,59
4,89
28,55
4,75
27,73
Prosentase Penduduk Miskin
%
15,26
13,33
14,23
12,36
13,08
11,66
12,73
11,47
12,28
10,96
Sebagian angkatan kerja di Jawa Timur adalah “low-skilled” atau tenaga kerja dengan pendidikan rendah. Data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2009 menjelaskan bahwa lebih dari 55 persen angkatan kerja di Jawa Timur memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar atau dibawahnya, dan 21 persen angkatan kerja tidak pernah memasuki bangku sekolah dasar atau tidak tamat, dan hanya 6 persen dari angkatan kerja yang menikmati pendidikan setelah SMA. Dalam data tersebut juga dijelaskan bahwa, daerah perkotaan di wilayah Jawa Timur memiliki angkatan kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah pedesaan. Di wilayah perkotaan, hampir 44 persen angkatan kerja memiliki spesifikasi SMA/SMK/MA/Sederajat dibandingkan di wilayah pedesaan yang hanya mencapai 15 persen. Selain itu, kelompok muda di Jawa timur memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tua.

Grafik 4.4 Tingkat pendidikan tenaga kerja di Indonesia
Hal penting lainnya dalam konteks ketenegakerjaan, adalah kesehatan, yang mengalami perbaikan yang cukup signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Sejak 2000, angka kematian bayi dapat dikurangi secara drastis dari 46 per 1000 di tahun 2000, menjadi 25 per 1000 di tahun 2007. Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya, tingkat kematian bayi di Jawa Timur dibawah rata-rata angka nasional.

Grafik 4.5 Indikator Kesehatan di Jawa Timur
Perbaikan indikator kesehatan di Jawa Timur salah satunya disebabkan oleh meningkatnya jumlah fasilitas kesehatan, dan tenaga kerja. Pada tahun 2000, rumah sakit melayani lebih dari 200.000 orang. Namun di tahun 2008, angka tersebut turun hingga 170.000. Selanjutnya, rumah sakit bersalin melayani pasien hingga 213.000 di tahun 2000, dan angka ini menurun hingga 76.000 di tahun 2008. Selanjutnya, jumlah dokter, dan bidan juga mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Jumlah dokter, dan bidan di Jawa Timur lebih tinggi dibandinngkan beberapa provinsi lainnya di Jawa, kecuali Jawa Barat.
Analisis sektoral ekonomi
Secara umum struktur ekonomi Jawa Timur jika dilihat dari struktur PDRB didominasi oleh tiga sektor, antara lain: pertanian, industri manufaktur, dan perdagangan, hotel, dan restoran. Peran masing-masing sektor tersebut sebesar 16,34 persen , 28,14 persen , dan 28,42 persen pada tahun 2009, selanjutnya pada tahun 2013 peranan sektor pertanian dan industri manufaktur turun masing-masing menjadi sebesar 14,90 persen dan 26,61 persen sedangkan peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran naik menjadi 31,21 persen . Secara kumulatif triwulan III-2014, peranan sektor industri menurun hingga mencapai 26,20 persen , dan pertanian mengalami kenaikan menjadi 15,63 persen . Terakhir, sektor perdagangan mengalami penurunan menjadi sebesar 31,21 persen .
Tabel 4.7 Kontribusi sektoral terhadap PDRB
No
Keterangan
2009
2010
2011
2012
2013
2014 *)
1.
Pertanian
16,34
15,75
15,38
15,38
14,90
15,63
2.
Pertambangan Dan Penggalian
2,22
2,19
2,24
2,09
2,00
1,90
3.
Industri Pengolahan
28,14
27,49
27,12
27,13
26,61
26,20
4.
Listrik, Gas dan Air Bersih
1,55
1,51
1,43
1,35
1,29
1,29
5.
Konstruksi
4,01
4,49
4,67
4,55
4,74
4,80
6.
Perdagangan , Hotel & Restoran
28,42
29,47
29,99
30,41
31,34
31,21
7.
Pengangkutan & Komunikasi
5,50
5,52
5,66
5,70
5,94
6,00
8.
Keuangan, Persewaan & Jasa Perush
4,83
4,90
4,97
5,04
5,10
5,11
9.
Jasa – Jasa
9,00
8,68
8,55
8,35
8,09
7,88
*) Periode Januari – September 2014
Sektor manufaktur masih belum sepenuhnya pulih dari dampak krisis keuangan tahun 1997. Sektor manufaktur di Jawa Timur terkonsentrasi di Kota Surabaya, Kota Kediri, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik. Empat kabupaten dikombinasikan berkontribusi terhadap 72 persen dari total sektor manufaktur di provinsi ini. Sektor ini sebelumnya merupakan juara ke provinsi dengan pertumbuhan yang tinggi konsisten. Antara 1991 dan 1996, sektor ini tumbuh pada tingkat rata-rata 13,1 persen, lebih tinggi dari rata-rata nasional (11,7 persen) selama periode yang sama. Krisis keuangan, bagaimanapun memukul sektor manufaktur yang paling sulit dan menyebabkan penurunan 22 persen dalam pertumbuhan pada tahun 1998. Meskipun pertumbuhan telah berangsur-angsur membaik sejak tahun 2001, masih belum kembali ke tingkat pra-krisis. Pemulihan yang lambat di sektor manufaktur menciptakan kekhawatiran baik pada kinerja sektor sebagai mesin penggerak pertumbuhan serta pada kemampuan sektor untuk menghasilkan kesempatan kerja.
Hesse (2008) menunjukkan bahwa banyak negara yang tergantung atau komoditas menunjukkan keranjang ekspor sempit sering menderita ketidakstabilan ekspor yang timbul dari permintaan global yang inelastis, dan tidak stabil, sehingga diversifikasi ekspor adalah salah satu cara untuk mengurangi kendala tertentu. Masalah lainnya terkait dengan daya saing ekspor suatu negara karena globalisasi dan mempercepat perdagangan lintas batas memaparkan ekspor negara dengan persaingan global. Untuk menjadi sukses dalam diversifikasi ekspor, ekspor negara harus kompetitif secara global untuk mengambil keuntungan dari memanfaatkan pasar dunia. Ekspor manufaktur Jawa Timur cukup terkonsentrasi di beberapa produk.
Memiliki sumber daya lahan yang masih relatif luas, Jawa Timur menjadi salah satu provinsi yang dapat diandalkan untuk produksi pangan dalam negeri, khususnya beras. Berdasarkan ATAP BPS tahun 2011, kontribusi padi Jawa Timur terhadap produksi padi nasional hingga 16.08 persen, sementara terhadap produksi jagung nasional mencapai 30,85 persen, sedangkan terhadap produksi kedelai nasional sebesar 43,11 persen. Berdasarkan tabel dibawah, tampak bahwa pada sejak tahun 2010 hingga 2013, tingkat produktivitas (ton/hektar) berada dalam kisaran 5,89 hingga 61,74 ton/hektar. Mengalami penurunan pada tahun 2011, namun berbalik meningkat pada tahun 2012, bahkan melampaui tingkat produktivitas pada tahun 2010. Kemudian sedikit mengalami penurunan pada 2013, dan berdasarkan angka ramalan 1 untuk tahun 2014, produktivitas akan sedikit mengalami peningkatan.
Tabel 4.8 Produktivitas Padi di Jawa Timur
Tahun
Produktivitas (ton/hektar)


2010
59.29

2011
54.89

2012
61.74

2013
59.15

ARAM I 2014
59.41

Tabel dibawah ini menjelaskan produksi perikanan di Jawa Timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Secara umum dari tahun ke tahun, produksi perikanan di Jawa Timur mengalami peningkatan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2012 jumlah nelayan dan petani ikan adalah 554,642 orang, dan didominasi pada subsektor perikanan laut. Mayoritas nelayan masih mengandalkan alat pancing. Nilai total hasil produksi sektor perikanan pada tahun 2012 telah menembus angka 11 Milyar rupiah. Kedepannya, produksi perikanan secara nasional diprediksi akan meningkat seiring adanya beberapa kebijakan pemerintah yang berdampak positif bagi perikanan nasional.
Tabel 4.9 Produksi Perikanan di Jawa Timur Tahun 2009-2013 (Ribu Ton)
Tahun
Produksi perikanan


2009
914,088.40

2010
1,113,393.50

2011
1,218,897.80

2012
1,310,976.60

2013
1,391,009.55

Diagram berikut menunjukan adanya penurunan kontribusi pertanian terhadap PDRB yang diakibatkan oleh belum diprioritaskannya pengembangan sektor pertanian di provinsi Jawa Timur. Kendati sumber daya ekonomi yang dikuasai sebagian besar masyarakat Jawa Timur adalah sumberdaya agrobisnis, sayangnya justru muncul sejumlah kebijakan yang berpotensi merugikan petani serta keberlanjutan sektor pertanian.
Di provinsi Jawa Timur, penggunaan lahan terbesar di luar perumahan adalah untuk kebun atau tegal, yakni sebesar 1.129.686 hektar (pada tahun 2012), sedangkan penggunaan lahan terkecil adalah untuk pengembalaan, yakni sebesar 2.143 hektar (pada tahun 2012). Sementara itu, luas lahan Irigasi di Jawa Timur adalah 971.496 (pada tahun 2012).
Pada tahun 2009, kontribusi pertanian terhadap PDRB adalah sebesar 16,34 persen, kemudian turun menjadi 15,75 persen pada tahun 2010. Memasuki tahun berikutnya, yakni pada tahun 2011, kontribusi pertanian terhadap PDRB kembali turun menjadi 15,38 persen. Angka konstribusi tersebut mampu dipertahankan pada tahun 2012, namun penurunan kembali terjadi pada tahun 2013 menjadi 14.91 persen. Kondisi ini kemungkinan adalah akibat dari semakin minimnya jumlah tenaga kerja yang tertarik pada sektor pertanian, dan semakin banyak pula lahan pertanian yang mengalami alih fungsi.

Grafik 4.6 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB di Jawa Timur
Diagram dibawah ini menjelaskan Kontribusi Sektor Perkebunan terhadap PDRB di Jawa Timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Produksi sektor perkebunan Jawa Timur diantaranya adalah kelapa, tebu, jambu mente, kopi, cengkeh, kapuk randu, kapas, teh, tembakau, karet, dan kakao. Secara umum pada rentang waktu 2009 hingga 2013, konstribusi sektor perkebunan mengalami penurunan dan peningkatan secara bergantian. Menurun pada tahun 2010 dan 2012, namun meningkat pada tahun 2011 dan 2013. Kabar baiknya adalah pada tahun 2013, peningkatan yang terjadi lebih signifikan bila dibandingkan dengan penurunan atau peningkatan yang terjadi pada 2009 – 2012.

Grafik 4.7 Kontribusi Sektor Perkebunan terhadap PDRB di Jawa Timur
Sebagai sektor yang menyerap jumlah terbesar tenaga kerja, pertumbuhan yang rendah konsisten dan produktivitas tenaga kerja relatif rendah di sektor pertanian menciptakan perhatian besar bagi provinsi. Pertumbuhan yang lambat dalam output utama pertanian di Jawa Timur dalam beberapa dekade terakhir bisa menjadi faktor di balik pertumbuhan yang rendah di bidang pertanian. Lambat pertumbuhan produksi sendiri disumbangkan oleh banyak faktor yang antara lain meliputi rasio rendah tanah-tenaga kerja (terlalu banyak petani untuk sejumlah lahan), kurangnya akses terhadap kredit, harga rendah, dan biaya produksi yang tinggi. Lambat produksi dengan jumlah yang tinggi konstan tenaga kerja pertanian dapat menyebabkan rendahnya produktivitas di sektor ini. Inefisiensi dalam menggunakan faktor produksi seperti tanah dan tenaga kerja juga bisa bertindak di balik masalah produktivitas tenaga kerja yang rendah. Bagian ini akan membahas kendala balik rendahnya pertumbuhan produksi pertanian yang dapat mempengaruhi produktivitas di sektor ini.
Terbatasnya pasokan lahan untuk pertanian dalam keluarga Jawa Timur dengan jumlah besar petani mungkin menjadi salah satu faktor di balik rendahnya produksi di sektor ini. Dengan lahan pertanian yang sudah berlangsung sekitar 74 persen tanah di Jawa Timur, para petani di provinsi ini tidak bisa berharap untuk memiliki ekspansi besar di lahan. Sebagai contoh, meskipun Jawa Timur adalah satu di produsen beras utama di Indonesia dan berkontribusi 17 persen dari total tanaman padi nasional, total volume padi yang dihasilkan, dengan pengecualian dari beberapa tahun terakhir, relatif sangat sederhana. Antara 2001-2008, pertumbuhan tahunan rata-rata produksi padi telah hanya sekitar 2,3 persen. Dalam tahun-tahun tertentu, produksi padi bahkan menurun.
Kredit untuk petani penting untuk mendapatkan masukan produksi yang memadai seperti pupuk dan peralatan teknologi tinggi (traktor, mesin). Sekitar 43 persen petani di Jawa Timur menunjukkan bahwa masukan pertanian yang mahal dan modal cukup sebagai hambatan utama mereka dalam bisnis. Namun, hampir semua petani di Jawa Timur (94,7 persen) tidak pernah mendapat kredit. Rasio ini mirip dengan yang di provinsi dibandingkan lainnya seperti Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Dari mereka yang memperoleh kredit, hanya 14 persen dari pemberi pinjaman menerima kredit dari bank. Mayoritas (62 persen) menerima kredit dari kreditur perorangan, dan 24 persen lainnya dari pemberi pinjaman melalui lembaga non-bank. Data dari sensus pertanian menunjukkan bahwa kurangnya jaminan, proses persetujuan yang rumit dan tingkat bunga yang tinggi adalah alasan mengapa begitu sedikit petani memperoleh kredit dari bank.
Tingkat pendidikan petani mempengaruhi produktivitas pertanian dengan terlebih dahulu meningkatkan adopsi petani teknologi, dan selanjutnya dengan meningkatkan kemampuan petani untuk memproduksi lebih banyak output dari sumber daya yang diberikan melalui efisiensi penggunaan teknologi yang diperkenalkan. Oleh karena itu, pendidikan diharapkan dapat mempercepat produktivitas pertanian dengan meningkatkan kemampuan produktif dari semua produsen dengan mengekspos mereka ke sistem produksi yang lebih sistematis dan dinamis dan dengan meningkatkan kemampuan mereka untuk memilih tingkat optimal input dan output (Alene dan Manyong, 2007). Seperti yang ditunjukkan sebelumnya, pencapaian pendidikan yang rendah di Jawa Timur berarti bahwa mayoritas pekerja pertanian di Jawa Timur terdiri dari tenaga kerja tidak terampil.
Tabel dibawah ini menjelaskan Kontribusi Sektor Perdagangan terhadap PDRB di Jawa Timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Secara umum pada rentang waktu tersebut sektor perdagangan mengalami peningkatan yang stabil, walaupun dengan besaran angka yang belum begitu besar. Peningkatan konstribusi sektor perdagangan diprediksi mendapatkan pengaruh dari positifnya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.


Tabel 4.10 Kontribusi Sektor Perdagangan terhadap PDRB di Jawa Timur
Perdagangan, hotel, restoran adalah sektor dengan pertumbuhan tercepat di Jawa Timur. Serupa dengan sektor-sektor lain dalam perekonomian, perdagangan, hotel, dan restoran juga dipengaruhi oleh krisis ekonomi pada tahun 1997. Sektor ini mampu pulih dengan cepat dan pada tahun 2008, tingkat pertumbuhannya adalah 8,3 persen. Kontribusi sektor ini terhadap total PDB di Jawa Timur juga telah meningkat dari 24,6 persen pada tahun 2001 menjadi 29,4 persen pada tahun 2008. Kontribusi PDB Jawa Timur pada perdagangan, hotel, dan restoran terhadap total PDB nasional pada sektor ini juga yang tertinggi dengan 28,3 persen, dibandingkan Jawa Barat (14,1 persen) dan Jakarta (19,1 persen), masing-masing, pada tahun 2008. Pertumbuhan yang tinggi pada sektor ini dihasilkan oleh subsektor perdagangan dan ritel. Sekitar 82 persen dari total output dari Perdagangan, Hotel, dan Restoran adalah dari perdagangan, dan sub-sektor ritel, diikuti oleh restoran (15 persen) dan hotel (2 persen).
Tabel. Sumber pertumbuhan ekonomi Jawa Timur 2011-2014
Keterangan
Pertumbuhan
2011
2012
2013
2014*)
Konsumsi Rumahtangga
7.16
6.15
7.38
8.35
Konsumsi Lbg Swasta Nirlaba
7.79
5.74
4.15
7.94
Konsumsi Pemerintah
0.46
0.24
2.27
-5.26
Pembentukan Modal Tetap Bruto
9.67
5.39
6.67
6.29
Perubahan Inventori
-56.3
80.23
-41.76
-94
Tabel dibawah ini menunjukan nilai ekspor di Jawa Timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Secara umum pada rentang waktu tersebut nilai ekspor mengalami peningkatan cukup besar pada tahun 2010, dan 2011, namun berbalik turun pada tahun 2012, dan kembali sedikit menurun pada tahun 2013.
Tabel 4.11 Nilai Ekspor Jawa Timur (US $ Miliar)
Tahun
Nilai Ekspor


2009
10.79

2010
15.34

2011
19.06

2012
16.25

2013
15.51

Pada tahun 2014, selama bulan Januari hingga November, ekspor Jawa Timur ke sepuluh negara tujuan secara konsisten mengalami peningkatan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena kondisi perekonomian global yang pada tahun 2014 mengalami kondisi yang lebih baik. Terlebih lagi Indonesia juga tengah dalam situasi yang relatif kondusif, kendati tahun 2014 merupakan tahun pemilihan presiden baru.


Grafik 4.8 Ekspor Jawa Timur ke Sepuluh Negara Tujuan Utama Januari – November 2013 – 2014 (juta US$)
Pada diagram di bawah ini tampak sektor industri masih sangat mendominasi ekspor Jawa Timur. Sementara sektor sektor pertanian yang tertinggal jauh berada di peringkat dua, disusul oleh sektor migas di peringkat tiga, dan sektor pertambangan menduduki peringkat terakhir. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa sektor industri di Jawa Timur telah berkembang dengan baik.

Grafik 4.9 Ekspor Jawa Timur Menurut Sektor Jan – November 2014 (Dalam US$ miliar)
Grafik dibawah ini menunjukan bahwa nilai tukar petani pada tahun 2014 tampak lebih stabil apabila dibandingkan dengan tahun 2013, setidaknya selama bulan Januari hingga November. Tampak nilai terendah pada tahun 2014 menyentuh angka 104,07 , dengan nilai tertinggi menyentuh angka 105,96. Berbeda dengan pada tahun 2013 yang nilai terendahnya menyentuh angka 103,17 , dengan nilai tertinggi mencapai kisaran 106,08.

Grafik 4.10 Nilai tukar petani tahun 2013-2014 Provinsi Jawa Timur
Diagram dibawah ini menjelaskan Kontribusi Sektor Industri terhadap PDRB di Jawa Timur dalam rentang waktu 2009 hingga 2013. Secara umum pada rentang waktu tersebut, konstribusi sektor industri memiliki tren negatif atau menurun. Mengalami penurunan selama dua tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2010 dan 2011, sedikit meningkat pada 2012, namun kembali turun pada tahun 2013.

Grafik 4.11 Kontribusi Sektor Industri terhadap PDRB di Jawa Timur
Permintaan lahan kawasan industri terus meningkat seiring dengan program hilirisasi industri, dan meningkatnya kinerja perekonomian Indonesia. Dalam rentang waktu lima tahun ke depan, diprediksi setidaknya perlu ada penambahan kawasan industri hingga 10,000 hektar. Diprediksi pula pada rentang waktu tersebut, 60 persen permintaan lahan masih berada di Pulau Jawa. Indonesia kini memiliki 232 kawasan industri, dengan 32 kawasan industri diantaranya berada di Jawa Timur.
Tabel dibawah ini menunjukan luas kawasan industri yang dikembangkan di Jawa Timur pada tahun 2013. Total luas kawasan tersebut mencapai 1,867 Hektar. Pengembangan kawasan industri diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan nilai ekspor Jawa Timur.
Tabel 4.12 Kawasan Industri di Jawa Timur
Keterangan
Luas


Kawasan Industri Gresik (KIG)
135

Maspion Industrial Estate
450

Ngoro Industrial Park (NIP) 1
230

Ngoro Industrial Park (NIP) 2
220

Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER)
500

Sidoarjo Industrial Estate Berbek (SIEB)
87

Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER)
245

Tabel dibawah ini menunjukan jenis, dan nilai pajak, serta restribusi daerah provinsi Jawa Timur dari tahun 2009 hingga 2013. Secara umum pada rentang waktu tersebut, jumlah penerimaan pajak, dan restribusi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan terjadi pada Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air Permukaan. Jenis-jenis pajak yang berkaitan dengan kendaraan bermotor mengalami peningkatan seiring dengan semakin sejahteranya masyarakat Indonesia yang menyebabkan jumlah pengguna kendaraan bermotor pribadi kian meningkat. Terlebih lagi kini harga kendaraan bermotor kian terjangkau setelah adanya program mobil LCGC.
Tabel 4.13 Jenis dan Nilai Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Jawa Timur
Jenis Pajak/Restribusi
2009
2010
2011
2012
2013


Jenis Pajak
4891.82
5907.32
7298.24
7816.59
9404.93

Pajak Kendaraan Bermotor
2068.03
2269.94
2692.58
3287.11
3896.19

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
1789.32
2513.49
3366.06
3138.04
3836.94

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
996.92
1081.27
1217.23
1365.52
1640.01

Pajak Air Permukaan
18.65
21.42
22.37
25.91
31.79

Pajak Air Bawah Tanah
18.9
21.19

Jenis Restribusi
75.95
66.24
66.36
119.39
2.36

Restibrusi Jasa Umum
22.38
12.1
7.35
60.99

Restibrusi Jasa Usaha
34.77
37.35
43.17
57.69
2.36

Restribusi Perijinan Tertentu
18.8
16.79
15.84
0.71

Jumlah
4967.77
5973.56
7364.6
7935.98
9407.29

Selanjutnya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat diukur dari tingkat pendapatan perkapita, dan indeks ketimpangan wilayah yang diukur dari gini ratio. Berdasarkan data PDRB perkapita Jawa Timur tahun 2009-2013, PDRB perkapita masyarakat Jawa Timur meningkat dari 18 juta menjadi 29 juta per tahun, atau meningkat 61 persen selama 5 tahun. Namun kenaikan pendapatan perkapita wilayah Jawa Timur tentu harus diimbangi dengan pemerataan dalam ekonomi agar tidak terjadi kesenjangan antara yang berpendapatan tinggi dan yang berpendapatan rendah. Berdasarkan perhitungan gini ratio selama 5 tahun dapat dijelaskan bahwa ketimpangan di Jawa Timur memiliki tren yang meningkat sejak 2009 hingga 2013, meski secara rata-rata nilainya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan perhitungan gini ratio di tingkat nasional.
Tabel 4.14 Data PDRB perkapita Jawa Timur 2009-2013
Tahun
PDRB perkapita (Dalam ribuan)
2009
18,399
2010
20,725
2011
23,374
2012
26,274
2013
29,620
Grafik 4.12 Indeks Ketimpangan Wilayah (Indeks Williamson)
Grafik 4.13 Indeks Ketimpangan Wilayah (Gini Ratio)
Grafik dibawah ini menjelaskan tentang indeks pembangunan manusia (IPM) di Jawa Timur berdasarkan data 5 tahun terakhir, dari 2009 hingga 2013. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidupmelek huruf,pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara majunegara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.
Secara umum, Jawa Timur mengalami tren yang meningkat dalam pengembangan kualitas pembangunan manusia. Namun, jika dilihat dari data statistik IPM, masih ditemukan beberapa wilayah yang memiliki IPM dibawah rata-rata sebesar 25 persen dibawah angka IPM Jawa Timur. Sebagai contoh, angka IPM terendah di tahun 2009 mencapai 58.68. Nilai ini meningkat secara perlahan 5.7 persen hingga 2013 mencapai 62.39, yang menjelaskan bahwa terjadi peningkatan baseline IPM terendah di Jawa Timur. Namun jika dibandingkan dengan data nasional, IPM Jawa Timur masih sedikit lebih rendah dibandingkan dengan IPM Nasional.
Grafik 4.14 Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Timur
Tabel 4.15 Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Timur
Tahun
IPM
Angka IPM Tertinggi
Angka IPM Terendah
2009
71.06
76.98
58.68
2010
71.62
77.42
59.7
2011
72.18
77.89
60.78
2012
72.54
78.43
61.67
2013
73.54
78.97
62.39
Tabel dibawah ini menjelaskan tentang garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin dan perubahan persentase penduduk miskin di Jawa Timur dalam 7 tahun terakhir, sejak 2008 hingga 2014. Dalam perhitungan Biro Pusat Statistik (BPS), garis kemiskinan yang diukur dalam Rupiah/perkapita/bulan mengalami peningkatan sejak 2008, dari Rp 169.112/Kapita/Bulan menjadi Rp 282.796/Kapita/Bulan. Secara absolut dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk miskin mengalami penurunan baik di perkotaan maupun di pedesaan, dari 7 juta di tahun 2008 menjadi 4.7 juta di tahun 2014. Selanjutnya, persentase penduduk miskin di Jawa Timur juga mengalami penurunan baik di pedesaan maupun perkotaan dari 18.51 persen menjadi 12.42 persen dalam rentang waktu 7 tahun terakhir. Persentase penduduk miskin masih didominasi di wilayah pedesaan dengan rata-rata diatas 16 persen, jauh dari data statistik kemiskinan di perkotaan yang menurun hingga dibawah 10 persen.
Tabel 4.16 Garis kemiskinan, jumlah penduduk miskin dan persentase penduduk miskin
Daerah / Tahun
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu)
Persentase Penduduk Miskin
Perubahan Persentase Penduduk Miskin
Makanan
Bukan Makanan
Total
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Perkotaan






Maret 2008
   131.487
     51.921
   183.408
   2.438,76
13,15%

Maret 2009
   145.676
     56.948
   202.624
   2.148,51
12,17%
-0,98%
Maret 2010
   152.965
     60.418
   213.383
   1.873,55
10,58%
-1,59%
Maret 2011
   169.242
     65.303
   234.545
   1.768,23
9,87%
-0,71%
Sept 2011
   174.210
     68.193
   242.403
   1.734,31
9,66%
-0,21%
Maret 2012
   175.806
     69.499
   245.305
   1.630,63
9,06%
-0,60%
Sept 2012
   182.073
     71.874
   253.947
   1.605,96
8,90%
-0,16%
Maret 2013
   187.350
     77.853
   265.203
   1.550,46
8,57%
-0,33%
Sept 2013
   200.620
     78.033
   278.653
   1.622,03
8,90%
0,33%
Maret 2014
   206.858
     80.723
   287.581
   1.535,81
8,35%
-0,55%
Pedesaan






Maret 2008
   118.971
     36.461
   155.432
   4.581,19
23,64%

Maret 2009
   131.522
     43.106
   174.628
   3.874,07
21,00%
-2,64%
Maret 2010
   139.806
     46.073
   185.879
   3.655,76
19,74%
-1,26%
Maret 2011
   155.457
     50.818
   206.275
   3.587,98
18,19%
-1,55%
Sept 2011
   161.141
     53.025
   214.166
   3.493,00
17,66%
-0,53%
Maret 2012
   167.352
     54.864
   222.216
   3.440,34
17,35%
-0,31%
Sept 2012
   176.674
     57.882
   234.556
   3.354,58
16,88%
-0,47%
Maret 2013
   189.172
     61.358
   250.530
   3.220,80
16,15%
-0,73%
Sept 2013
   202.651
     66.643
   269.294
   3.243,79
16,23%
0,08%
Maret 2014
   209.263
     69.166
   278.429
   3.250,98
16,13%
-0,10%
Sumber: BPS dan Bank Indonesia
Tabel dibawah ini menjelaskan tentang indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index) dan indeks keparahan kemiskinan (poverty soverity index) di perkotaan dan pedesaan di Jawa Timur dari 2008 hingga 2014. Dua indikator kemiskinan tersebut mengalami penurunan sejak 2008, yang mengindikasikan semakin membaiknya kesejahteraan masyarakat di Jawa Timur. Hal ini dapat dijelaskan dari indeks kedalaman kemiskinan yang menurun dari 3.38 menjadi 1.85, dari 2008 hingga 2013.
Tabel 4.17 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Jawa Timur
Tahun
Kota
Desa
Kota+Desa
Maret 2008
2,34
4,38
3,38
Maret 2009
2,18
3,54
2,88
Maret 2010
1,53
3,18
2,38
Maret 2011
1,51
2,96
2,27
Sept 2011
1,25
2,67
2,00
Maret 2012
1,25
2,32
1,81
Sept 2012
1,29
2,52
1,93
Maret 2013
1,31
2,32
1,84
Sept 2013
1,42
2,66
2,07
Maret 2014
1,16
2,48
1,85
Sumber: BPS dan Bank Indonesia

Tabel 4.18 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P2) di Jawa Timur
Tahun
Kota
Desa
Kota+Desa
Maret 2008
0,61
1,23
0,93
Maret 2009
0,60
0,91
0,76
Maret 2010
0,37
0,79
0,59
Maret 2011
0,35
0,72
0,54
Sept 2011
0,28
0,63
0,46
Maret 2012
0,27
0,48
0,38
Sept 2012
0,30
0,57
0,44
Maret 2013
0,33
0,52
0,43
Sept 2013
0,34
0,66
0,50
Maret 2014
0,27
0,59
0,44

Nama Kelompok :
-Aldi Rivaldi
-Lia Astuti
-Venny Arifani

Sumber :
BPS dan Bank Indonesia

1 komentar:

  1. Halo Semua, nama saya Jane alice seorang wanita dari Indonesia, dan saya bekerja dengan kompensasi Asia yang bersatu, dengan cepat saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua orang Indonesia yang mencari pinjaman Internet agar berhati-hati agar tidak jatuh ke tangan penipu dan fraudstars banyak kreditur kredit palsu ada di sini di internet dan ada juga yang asli dan nyata,

    Saya ingin membagikan testimonial tentang bagaimana Tuhan menuntun saya kepada pemberi pinjaman sebenarnya dan dana pinjaman Real telah mengubah hidup saya dari rumput menjadi Grace, setelah saya tertipu oleh beberapa kreditor kredit di internet, saya kehilangan banyak uang untuk membayar pendaftaran. biaya. . , Biaya garansi, dan setelah pembayaran saya masih belum mendapat pinjaman saya.

    Setelah berbulan-bulan berusaha mendapatkan pinjaman di internet dan jumlah uang yang dihabiskan tanpa mendapat pinjaman dari perusahaan mereka, maka saya menjadi sangat putus asa untuk mendapatkan pinjaman dari kreditor kredit genue online yang tidak akan meningkatkan rasa sakit saya jadi saya memutuskan untuk Hubungi teman saya yang mendapatkan pinjaman onlinenya sendiri, kami mendiskusikan kesimpulan kami mengenai masalah ini dan dia bercerita tentang seorang pria bernama Mr. Dangote yang adalah CEO Dangote Loan Company.

    Jadi saya mengajukan pinjaman sebesar (Rp400.000.000) dengan tingkat bunga 2% rendah, tidak peduli berapa usiaku, karena saya mengatakan kepadanya apa yang saya inginkan adalah membangun bisnis saya dan pinjaman saya mudah disetujui. Tidak ada tekanan dan semua persiapan yang dilakukan dengan transfer kredit dan dalam waktu kurang dari 24 jam setelah mendapatkan sertifikat yang diminta dikembalikan, maka uang pinjaman saya disimpan ke rekening bank saya dan mimpiku menjadi kenyataan. Jadi saya ingin saran semua orang segera melamar kepada Mr. Dangote Loan Company Via email (dangotegrouploandepartment@gmail.com) dan Anda juga bisa bertanya kepada Rhoda (ladyrhodaeny@gmail.com) dan Mr. jude (judeelnino@gmail.com) dan Juga Pak Nikky (nicksonchristian342@gmail.com) untuk pertanyaan lebih lanjut

    Anda juga bisa menghubungi saya melalui email di ladyjanealice@gmail.com

    BalasHapus